Bangunan sebagai prasarana untuk menunjang kehidupan manusia kini banyak didirikan. Hal ini tidak lepas dari berkembangnya suatu kota, semakin berkembang kota tersebut, maka akan semakin banyak juga bangunan yang didirikan. Namun dalam mendirikan bangunan, pemilik bangunan memerlukan adanya perizinan. Dulu kita mengenal izin ini dengan sebutan IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Tetapi saat ini perizinan pendirian bangunan telah berubah menjadi PBG (Persetujuan Bangunan Gedung).
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah sebuah produk hokum berisi perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan. IMB berlaku untuk membangun baru termasuk juga mengubah, memperluas, mengurangi, merawat atau merobohkan bangunan. Salah satu dasar hukum IMB adalah UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan jika setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung (DPU Kulon Progo, 2020).
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2021. PBG adalah perizinan yang dikeluarkan dari pemerintah kepada pemilik sebuah bangunan gedung atau perwakilannya. PBG berlaku untuk memulai pembangunan, merenovasi, merawat, atau mengubah bangunan gedung sesuai dengan yang direncanakan (SIMBG, 2019).
Perbedaan mendasar dari IMB dan PBG ada pada bentuk kegunaannya dan terkait permohonan izin sebelum mendirikan bangunan. IMB berbentuk izin yang harus diperoleh pemilik bangunan sebelum atau saat mendirikan bangunan. Dalam IMB, teknis bangunan harus dilampirkan saat mengajukan permohonan izin. Sedangkan PBG berbentuk aturan perizinan yang mengatur bagaimana bangunan harus didirikan. Dalam PBG, pemilik bangunan tidak diharuskan mengajukan izin sebelum mendirikan bangunan.
Perbedaan dari IMB dan PBG terletak pada hal yang harus dilaporkan, syarat yang diberikan, dan sanksi. IMB mengharuskan pemilik bangunan untuk melaporkan fungsi bangunannya, sedangkan PBG harus melaporkan fungsi bangunannya dan menyesuaikan pendirian bangunan dengan tata ruang yang ada. Dalam hal syarat IMB, pemilik bangunan harus menyediakan beberapa syarat seperti pengakuan status hak atas tanah, izin pemanfaatan, status kepemilikan bangunan, hingga izin mendirikan bangunan. Berbeda dengan PBG yang hanya mensyaratkan perlunya perencanaan dan perancangan bangunan sesuai tata bangunan, keandalan, dan desain prototipe. Kemudian pada sanksi, dalam IMB tidak ada sanksi yang berlaku jika pemilik bangunan tidak melaporkan perubahan fungsi bangunan. Hal ini bertolak belakang dengan PBG yang menerapkan sanksi (Times IDN, 2022).
Perubahan IMB dan PBG menjadi hal yang menarik di tengah berkembangnya kota dan banyaknya pendirian bangunan. IMB dan PBG memiliki beberapa perbedaan, sehingga perubahannya harus dicermati setiap pemilik bangunan. Syarat dan hal yang wajib dilaporkan harus dipersiapkan dan sanksi yang ada harus dihindari. Kehadiran PBG diharapkan bisa menjadi aturan perizinan yang mewujudkan bangunan yang aman, nyaman dan ramah sesuai peruntukan tata ruang.